Sejarah Al Khidmah
Pada tahun 1999, Hadratussyaikh Romo KH. Achmad Asrori Al-Ishaqy RA kali pertama rawuh ke Pondok Pesantren Hidayatul Falaah Bejen Bantul. Pondok itu diasuh oleh Romo KH. Achmad Burhani Asyahidi. Sejak saat itulah bibit Al Khidmah muda tersemai di Jogjakarta. Kemudian pada tahun 2004, terselenggara Haul Akbar pertama di Masjid Agung Kabupaten Bantul, yang dihadiri pula oleh Hadratusyaikh RA.[5]
Empat tahun kemudian, tepatnya tanggal 18 Maret 2008 M/10 Maulud 1429 H, Romo KH. Najib Zamzami bersama rombongan santri PP Al Ishlahiyyah Kemayan Kediri rawuh di Maguwoharjo, Sleman, dalam rangkaian acara Haul Sayyidina Syaikh ‘Abdul Qodir Al-Jilany RA. Sepengetuhan penulis, itu adalah acara manaqib pertama Al Khidmah di daerah Sleman. Romo KH. Najib berkenan rawuh ke Maguwo atas permintaan KH. Roikhan Zainal ‘Arifin dan santri-santrinya, antara lain, H. Saring Artanto, Agus Setiawan, dan Suwardiyo.
Pada tanggal 4-5 Juli 2008, sekumpulan perantau dan pengusaha di Kota Jogjakarta yang berasal dari Gunung Kidul, disepuhi oleh H. Saring Artanto dan Agus Setiyawan, sowan ke dalem Romo KH. Najib Zamzami Kediri.[6] Pisowanan itu dalam rangka memperteguh komitmen untuk “nderek” kepada Hadratussyaikh RA. Maka, atas nasihat dari Romo KH. Najib, mereka diarahkan untuk “merapat” ke Romo KH. Achmad Burhani, imam khususi daerah Jogjakarta yang ditunjuk langsung oleh Hadratussyaikh RA[7]. Kemudian pada tanggal 13 Juli 2008, Romo KH. Achmad Burhani mengajak mereka sowan ke dalem Hadrotussyaikh RA di Pondok Pesantren Kedinding, yang kala itu bertepatan dengan Pengajian Minggu Kedua. Namun, sayangnya, karena kondisi kesehatan Hadrotussyaikh RA yang saat itu sudah tidak memungkinkan, Beliau RA tidak mengisi pengajian, dan sowan dilakukan pada saat majlis-majlis berikutnya.
Hingga Mei 2009, di daerah Kota Jogjakarta terdapat kurang lebih 30 Jama’ah. Tetapi belum terbentuk kepengurusan secara resmi. Kemudian atas inisiatif dari Ketua Al Khidmah Wilayah Jateng-DIY, H. Joko Suyono, meminta agar segera dibentuk kepengurusan terutama di daerah Kota Jogjakarta. Saat itu H. Saring Artanto dan Agus Setiawan intensif bermusyawarah dengan Muhsin Kalida, MA., dosen UIN Sunan Kalijaga, soal proses pendirian kepengurusan di Kota Jogjakarta. Akhirnya pada tanggal 18 April 2009, diselenggarakan Majlis Rutin Sabtu Malam Ahad Pahing perdana di Padepokan Cakruk Pintar, Nologaten, Depok, Sleman. Saat itu dihadiri oleh Romo KH. Achmad Burhani, Romo KH. Sirojan Muniro (PP Nurul Haromain Sentolo Kulonprogo), H. Joko Suyono, KH. Muhyi Darmaji, Jama’ah Al Khidmah Bantul, Jama’ah Al Khidmah Kota, warga dan tokoh masyarakat sekitar Nologaten, santri PP. Wahid Hasyim Gaten, dan santri PP Universitas Islam Indonesia.
Majlis Nologaten yang pertama itu boleh dikatakan sebagai launching Pengurus Al Khidmah Daerah Kota Jogjakarta dan Sleman.[8] Saat itu menjabat sebagai Ketua pertama adalah Agus Setiawan, lalu pada tahun 2010, diganti oleh Suwardiyo. Selain Majlis di Nologaten, atas inisiatif dari Ustadz Fathurrozi[9], di Kota sebelumnya sudah dirintis pula Majlis Rutin Malam Jumat. Sementara di Bantul sendiri, jauh sebelumnya, sudah rutin Majlis Manaqib setiap Ahad Pon dan Majlis Iklil setiap Sabtu Legi. Begitu kemudian menyusul, atas kerja keras Romo KH. Sirojan, terbentuklah pula kepengurusan dan majlis Al Khidmah di Kulonprogo dan Gunungkidul yang diketuai oleh Slamet Gento.
Kemudian pada tanggal 8 Mei 2010, Ketua Umum Pimpinan Pusat Al Khidmah, H. Hasanuddin, S.H., rawuh ke Majlis Rutin Sabtu Malam Ahad Pahing. Kehadiran beliau tentu dalam rangka memperkuat komitmen kepengurusan yang sudah terbentuk di seluruh wilayah DIY, betapapun masih sangat muda. Hal itu ditunjukkan dengan, salah satunya, diselenggarakan Musyawarah Nasional PP Al Khidmah di UIN Sunan Kalijaga, 2-4 April 2010, kemudian ditutup dengan Majlis Dzikir dan Maulidurrasul SAW di Masjid Gede Kauman, Jogjakarta, yang dihadiri oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Al Khidmah Kampus
Sejak Al Khidmah Kampus Semarang dilaunching pada 3 November 2010[10], lahirlah semacam kesadaran kolektif dari kalangan muda Al Khidmah di daerah-daerah dan kota-kota besar untuk mendirikan Al Khidmah Kampus di universitas masing-masing. Sebagai perintis awal, di Semarang adalah Deeda Anwar, di Surabaya ada Robith Al Hamdany dan Fitrah Fotografi, di Jakarta ada Aris Adi Leksono, di Jogjakarta ada Andi Asmara dan Hilal Ahmed, serta beberapa mahasiswa di Malang, Ponorogo, Lamongan, Gresik, dan kota-kota lain.
Pada 20 November 2010, Andi mengundang mahasiswa dari berbagai kampus untuk mengadakan Majlis Iklil di Monjali. Selepas majlisan diadakan rapat konsolidasi dan pembentukan “embrio” pengurus Al Khidmah Kampus Jogjakarta. Rapat itu dalam rangka menyambut dibentuknya Al Khidmah Kampus Semarang. Selain penulis, hadir saat itu Yusuf (UIN Sunan Kalijaga), Hilal Ahmad (UGM), Mulyadi (UNY), beberapa mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang nyantri di PP Wahid Hasyim[11], beberapa mahasiswa UGM yang tinggal di rumah kontrakan Andi[12], dan Larit Satriyani S. Putri (putri H. Joko Suyono, mahasiswa UGM).
Rapat itu berhasil membentuk kepengurusan sementara. Penulis kebetulan diberi amanat untuk menjadi Ketua Al Khidmah Kampus Jogjakarta dan Hilal Ahmed sebagai Sekretaris. Tetapi setelah kepengurusan terbentuk tidak lantas kemudian proses konsolidasi mahasiswa di kampus-kampus berjalan dengan lancar. Betapapun banyak mahasiswa yang kenal dan paham tentang Al Khidmah (bahkan aktif di daerahnya masing-masing), perlu diketahui bahwa butuh proses yang cukup panjang untuk mencari kader unggul, baru, dan segar di kampus-kampus. Saat itu harus disadari bahwa Al Khidmah Kampus sedang mencari bentuk serta pendekatan yang pas dan tepat terutama dalam konteks keberlangsungannya di Jogjakarta, yang kondisi sosio-kulturalnya jauh berbeda dengan Semarang, Surabaya, Malang, dan daerah-daerah lain.
Akhir Mei 2011, penulis bermusyawarah kecil-kecilan dengan Alfian Haris dan Abdul Basith di rumah H. Saring. Kita sepakat untuk membuka majlis perdana Al Khidmah Kampus di Masjid UIN Sunan Kalijaga. Dengan tetap berkoordinasi dengan Andi, Hilal, dan Yusuf (PP Wahid Hasyim), maka tanggal 31 Mei 2011, Alfian Haris dan Basith melayangkan surat permohonan untuk menyelenggarakan Majlis Iklil ke Takmir Masjid UIN Sunan Kalijaga. Selain Muhsin Kalida, MA, adalah Baihaqi Latif dan Rosyid, dua pemuda yang berjasa memperlancar ijin kami di ketakmiran. Rosyid yang kebetulan adalah kawan Baihaqi dan anggota pengurus Takmir Masjid UIN Sunan Kalijaga memberi pemahaman kepada Ketua Takmir, Dr. Waryono Abdul Ghofur, tentang apa dan bagaimana Jama’ah Al Khidmah. Begitu pula dengan Muhsin Kalida yang bukan lain adalah kolega dari Dr. Waryono.
Semata-mata atas ijin Allah SWT, Takmir Masjid UIN Sunan Kalijaga tertanggal 01 Juni 2011 mengeluarkan surat bernomor 48/B/Lab Agama SK/VI/2011, berisi pemberian ijin penyelenggaran Majlis di Masjid UIN dan, yang membuat kami saat itu sangat bersyukur, memberi penekanan: “bahwa kegiatan yang dimaksud dalam surat tersebut agar dijadikan bagian dari kegiatan Laboratorium Agama Masjid Sunan Kalijaga”.[13]
Surat balasan itu sekali lagi sungguh membuat kami saat itu sangat bersyukur karena asumsi bahwa Al Khidmah Kampus tidak akan diterima oleh warga kampus di Jogjakarta menjadi terbantahkan. Dengan semangat juang yang tinggi, akhirnya pada tanggal 7 Juni 2011, tergelarlah Majlis Rutin Selasa Sore[14] perdana Al Khidmah Kampus di UIN Sunan Kalijaga yang diikuti oleh kurang lebih 45 mahasiswa. Bermula dari Majlis ini, salah satu mahasiswa dari Universitas Islam Indonesia, Misbakhul Huda, berinisiatif menggelar Majlis serupa setiap hari Senin di kampusnya yang dimulai pada tanggal 20 Juni 2011. Kemudian agak belakangan, atas kerja keras Hamid dan Diyah Kholil dan Hilal Ahmed dan Larit, pada tanggal 19 November 2011, terselanggaralah Majlis Rutin Sabtu Sore (dwimungguan) di Mushola Ibnu Sina Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Bermula dari pelbagai majlis itu pulalah kemudian muncul kader-kader baru dari berbagai universitas di Jogjakarta. Misalnya, di UIN Sunan Kalijaga—selain Alfian Haris dan Abdul Basith—ada Amir Yusuf dan Abdullah Wasik; di UNY ada Taufiq dan Farida; di UII ada Nur Haris ‘Ali, Denes, Alfi Rahmawati, Wisnu, Rijal Bahtiar; di UGM—selain tentu saja Hilal Ahmed dan Larit Satriyani S. Putri—ada Diyah Kholil dan Hamid.[15]
Tentu tak hanya mereka (dan teman-teman mereka yang tak bisa saya sebut semua di sini) yang berperan penting dalam masa perintisan awal Al Khidmah Kampus di Jogjakarta. Mereka yang menjadi staf di kampus-kampus tersebut dengan kelegaan hati dan kesabaran perjuangan juga membantu mengembangkan Al Khidmah Kampus. Sebut saja misalnya Ali Ubaidillah (UII), Bunda Umi (UGM), Muhammad Zakiy Muntazhar (UGM), dan teman-teman Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) UGM. Sementara di luar kampus, nama yang paling patut disebut di sini adalah Romo KH. Achmad Burhani, Deeda Anwar, H. Saring, dan seluruh elemen yang berada di bawah tenda besar Al Khidmah baik di Jogjakarta dan Jawa Tengah, baik dari daerah maupun pusat.
Untuk mewadahi agar semangat yang tangguh itu terus berkibar dan tak lekas pudar, maka pada tanggal 22 Agustus 2011 H/22 Ramadlan 1423 H, dibentuklah kepengurusan Al Khidmah Kampus Wilayah D.I. Yogyakarta yang baru dan reshuffle kepengurusan tingkat universitas se-DIY di Universitas Islam Indonesia. Misbakhul Huda mendapat amanat sebagai Ketua Al Khidmah Kampus Wilayah DI Yogyakarta. Nur Haris ‘Ali, menggantikan Huda, mendapat amanat sebagai Ketua Al Khidmah Kampus UII. Amir Yusuf mendapat amanat sebagai Ketua Al Khidmah Kampus UIN Sunan Kalijaga, menggantikan Alfian Haris yang mendapat amanat sebagai Sekretaris Al Khidmah Kampus DIY. Taufiq mendapat amanat sebagai Ketua Al Khidmah Kampus UNY. Sementara di UGM, masih dipegang secara kolektif oleh Hilal Ahmed, Hamid, Diyah Kholil, dan Larit.
Seolah seperti menyambut semangat kolektif tersebut, para kader-kader baru dengan kesungguhan—yang tak bisa saya bayangkan: sangat tangguh dan luar biasa—bekerja keras untuk kemajuan Al Khidmah Kampus di Jogjakarta. Dan Malam Keakraban pada dua hari ini adalah salah satu dari jerih payah mereka.
Latar Belakang
Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah adalah lembaga pendidikan Islam yang lahir, tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, yang salah satu tujuannya adalah melestarikan dan mengembangkan akhlaqul karimah dan nilai-nilai amaliah salafushsholeh.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era globalisasi dan informasi, serta guna memberikan landasan yang kuat dengan didikan yang akhlaqul karimah, maka dalam hidup dan kehidupan ini, pendidikan -khususnya agama Islam- dan tatanan hidup yang akhlaqul karimah sangat diperlukan untuk membentengi dan melindungi diri, keluarga khususnya anak – anak.
Anak sebagai generasi penerus, dalam perkembangannya sangat membutuhkan pendidikan agama dan akhlaqul karimah sejak dini, guna melindungi diri dan kehidupannya, agar tidak terseret dalam arus globalisasi dan informasi yang menyesatkan.
Dalam rangka melindungi, membentengi dan memberikan tuntunan dan didikan agama Islam dan tata laku akhlaqul karimah, maka pada tahun 1985, Romo KH.Achmad Asrori El Ishaqy ra. merintis berdirinya Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah, yang berlokasi di jalan Kedinding Lor 99 Surabaya.
2. Proses Berdirinya Dan Perkembangannya
Bangunan pondok bermula dari kediaman Hadhrotusy Syaikh KH. Achmad Asrori El Ishaqy ra. dan mushola pada tahun 1985, dan diikuti dengan 3 santri senior Pondok Pesantren Darul ‘Ubudiyah Jati Purwo Surabaya ( Ust. Zainal Arif, Ust. Wahdi Alawy dan Ust. Khoiruddin ).
Pada tahun 1990 datanglah beberapa santri sekitar 3 – 4 santri (Abdul Manan, Ramli, Utsman dan Zulfikar ), dengan kegiatan ‘ubudiyah dan mengaji secara bandungan di mushola.
Dalam perkembangannya jumlah anak yang ingin mengaji dan mondok semakin banyak ( 25 orang ), sehingga pada tahun 1994 Hadhrotusy Syaikh memutuskan untuk mendirikan Pondok Pesantern dan mengatur pendidikan agama dan umum secara klasikal.
Pondok Pesantren Asalafi Al Fithrah semakin berkembang dan dikenal di masyarakat secara luas, sehingga banyak masyarakat yang memohon Hadhrotusy Syaikh untuk menerima santri putri. Dengan dorongan dan desakan itulah akhirnya pada tahun 2003 beliau membuka pendaftaran santri putri dan terdaftarlah 77 santri putri. Sampai pada tahun 2007 tercatat jumlah santri 1999, menetap 999 santri dan tidak menetap 1000 santri.
DAFTAR PUSTAKA
Ade Bintang P (2015, March 30).Sejarah Alkhidmah (Majelis Dzikir). Retrieved Desember 7, 2016, from adebp45: http://http://adebp45.blogspot.co.id/2014/04/sejarah-alkhidmah-majelis-dzikir.html/2014/04/Bumi Pertiwi (Indonesia).html
Asep, B. (2014).tentang alkhidmah Retrieved 10 3, 2016,from alkhidmahsmg: http://https://alkhidmahsmg.wordpress.com/tentang-alkhidmah/2016/03/al khidmag semarang.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar